PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1983 TENTANG INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. Instalasi Alarm Kebakaraan Automatik adalah sistem atau rangkaian alarm kebakaran yang menggunakan detektor panas, detektor asap, detektor nyala api dan titik panggil secara manual serta perlengkapan lainnya yang dipasang pada sistem alarm kebakaran;
b. Kelompok alarm adalah bagian dari sistem alarm kebakaran termasuk relai, lampu, saklar, hantaran dan detektor sehubungan dengan perlindungan satu area;
c. Detektor lini adalah detektor yang unsur perasa ataupenginderaannya berbentuk batang atau pita;
d. Titik panggil manual atau tombol pecah kaca adalah alat yang bekerja secara manual dan alarmnya tidak dapat dioperasikan sepanjang kaca penghalangnya belum dipecahkan;
e. Ruang kontrol adalah ruangan dimana panil indikator ditempatkan;
f. Detektor adalah alat untuk mendeteksi pada mula kebakaran yang dapat membangkitkan alarm dalam suatu sistem;
g. Panil indikator adalah suatu panil kontrol utama yang dilengkapi indikator beserta peralatannya;
h. Detektor panas adalah suatu detektor yang sistem bekerjanya didasarkan atas panas;
i. Detektor nyala api (flamedetektor) adalah detektor yang sistem bekerjanya didasarkan atas panas api;
j. Detektor asap (smoke detector) adalah detektor yang sistem bekerjanya didasarkan atas asap;
k. Panil mimik adalah panil tiruan yang memperlihatkan indikasi kelompok alarm kedalam bentuk diagram ataau gambar;
l. Panil pengulang adalah suatu panil indikator kebakaraan duplikat yanga hanya berfungsi memberi petunjuk saja dan tidak dilengkapi peralatan lainnya;
m. Tegangan ekstra rendah adalah tegangan antara fasa dan nol, paling tinggi 50 volt;
n. Sistem penangkap asap (sampling device) adalah suatu rangakaian yang terdiri dari penginderaan dengan alat-alat penangkap asapnya;
o. Pengurus adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab terhadap penggunaan instalasi alarm kebakaraan automatik;
p. Pegawai Pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja adalah Pegawai Teknis berkeahlian khusus yang ditunjuk oleh Menteri sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamaan Kerja;
q. Direktur adalah Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Transkop No. Kepts.-79/Men1977;
r. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
Peraturan ini mulai berlaku untuk perencanaan, pemasangan, pemeliharaan, dan pengujian instalasi alarm kebakaran automatik di tempat kerja.
Pasal 3
(1) Detektor harus dipasang pada bagian bangunan kecuali apabila bagian bangunan tersebut telah dilindungi dengan sistem pemadam kebakaran automatik.
(2) Apabila detektor-detektor dipasang dalam suatu ruangan aman yang tahan api (strong room), maka detektor-detektor tersebut harus memiliki kelompok alarm yang terpisah atau harus terpasang dengan alat yang dapat mengindikasi sendiri yang dipasang diluar ruangan tersebut.
(3) Setiap ruangan harus dilindungi secara tersendiri dan apabila suatu ruangan terbagi oleh dinding pemisah atau rak yang mempunyai celah 30 (tiga puluh) cm kurang dari langit-langit atau dari balok melintang harus dilindungi secara sendiri sendiri.
(4) Barang-barang dilarang untuk disusun menumpuk seolah-olah membagi ruangan, kecuali untuk ruang demikian telah diberikan perlindungan secara terpisah.
Pasal 4
(1) Pada gedung yang dipasang sistem alarm kebakaran automatik maka untuk ruangan tersembunyi harus dilindungi dan disediakan jalan untuk pemeliharaannya, kecuali hal-hal sebagai berikut:
a. ruangan tersembunyi dimana api kebakaran dapat tersekat sekurang-kurangnya selama satu jam;
b. ruangan tersembunyi yang berada diantara lantai paling bawah dengan tanah yang tidak berisikan perlengkapan listrik atau penyimpanan barang dan tidak mempunyai jalan masuk;
c. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 80 (delapan puluh) cm di bawah atap;
d. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 80 (delapan puluh) cm yang terletak diantara langit-langit palsu dan lembaran tahan api di atasnya.
e. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 35 (tiga puluh lima) cm yang terletak diantara permukaan sebelah langit-langit dengan permukaan sebelah bawah lantai atasnya tanpa menghiraukan konstruksinya.
(2) Apabila suatu ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 80 (delapan puluh) cm sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) c dan d terdapat peralatan listrik yang dihubungkan dengan hantaran utama dan peralatan listrik tersebut tidak diselubungi dengan bahan yang tidak dapat terbakar, maka pada ruangan tersebut harus dipasang detektor dengan jarak 6 (enam) m dari lokasi peralatan listrik tersebut.
Pasal 5
(1) Setiap perlengkapan listrik seperti papan saklar, papan pengukur dan sejenisnya yang memiliki luas permukaan melampaui 1,5 (satu setengah) m2 dan ditempatkan dalam almari, maka almari itu harus dipasang detektor, kecuali bila perlengkapan tersebut secara sepenuhnya terselubung dalam bahan yang tidak dapat terbakar.
(2) Setiap perlengkapan hubung bagi yang tidak ditempatkan secara masuk ke dalam tembok harus dianggap sebagai telah dilindungi oleh perlindungan normal bagi daerah yang bersangkutan
(3) Setiap perlengkapan hubung bagi yang terbuat dari bahan yang tidak terbakar dan pemasangannya dimasukan ke dalam tembok tidak perlu dipasang detektor
Pasal 6
(1) Setiap almari dalam tembok yang memiliki tinggi lebih dari 2 (dua) m atau tingginya
mencapai langit-langit serta mempunyai isi lebih dari 3 (tiga) m3harus dipasang detektor.
(2) Almari seperti tersebut ayat (1) tidak diperlukan pemasangan detektor bila ruangannya terbagi-bagi oleh pemisah atau rak-rak sehingga menjadi bilik-bilik yang mempunyai isi
kurang dari 3 (tiga) m3.
Pasal 7
Almari tembok tempat kain atau sejenisnya tanpa menghiraukan ukurannya harus dipasang detektor.
Pasal 8
(1) Lubang untuk sarana alat pengangkut, peluncur lift, penaik vertikal dan lubang sejenisnya dengan luas lebih dari 0,1 (satu persepuluh) m2 dan kurang dari 9 (sembilan)
m2serta kedap.
(2) Bila lubang seperti tersebut dalam ayat (1) tidak kedap kebakaran, maka detector harus dipasang di setiap langit-langit lantai dengan jarak horizontal tidak lebih 1,5 (satu setengah) m dari lubangnya.
(3) Setiap daerah diantara dua lantai yang memiliki lubang dengan luas lebih dari 9
(sembilan) m2, maka disetiap tingkat harus dipasang satu detektor pada langit-langit dengan jarak 1,5 (satu setengah) m dari sisi lubang.
(4) Bila lubang seperti tersebut dalam ayat (1) dengan pintu tahan api dan dapat menutup sendiri secara automatik tidak perlu dipasang detektor pada setiap lantainya.
Pasal 9
Ruang bangunan tangga dalam bangunan yang kedap kebakaran harus dipasang detector di atasnya sedangkan untuk ruang bangunan tangga yang tidak kedap kebakaran harus dipasang detektor pada setiap permukaan lantai utamanya.
Pasal 10
(1) Bila pintu tahan api memisahkan daerah yang dilindungi dengan daerah yang tidak dilindungi, maka harus dipasang detektor di daerah yang dilindungi dengan jarak 1,5 (satu setengah) m dari pintu tersebut.
(2) Bila pintu tahan api memisahkan dua daerah yang dilindungi penempatan detector seperti ayat (1) tidak diperlukan.
Pasal 11
Setiap lantai gedung dimana secara khusus dipasang saluran pembuangan udara harus dilindungi seku rang-ku rang nya satu detektor asap atau sejenisnya yang ditempatkan pada saluran mendatar lubang pengisap sedekat mungkin dengan saluran tegaknya.
Pasal 12
(1) langit-langit yang membentuk kisi-kisi dengan luas yang terbuka lebih dari 2/3 (dua per tiga) luas seluruh langit-langit tidak diperlukan detektor di bawah langit-langit tersebut dan detektor dipasang pada langit-langit sebelah atasnya.
(2) Apabila bagian langit-langit yang berbentuk kisi-kisi mempunyai ukuran tiap kisinya
dengan salah satu sisi lebih dari 2 (dua) m dan luasnya lebih dari 5 (lima) m2 harus dipasang detektor di bawahnya.
(3) Bila digunakan detektor nyala api untuk maksud langit-langit seperti ayat (1), maka detektor harus dipasang pada bagian atas dan bawah dari langit-langit tersebut.
Pasal 13
(1) Dinding luar dari bangunan yang akan dilindungi terbuat dari baja yang digalvanisasi,
kayu, semen, asbestos atau bahan semacam itu maka harus dipasang detektor bila:
a. bangunan tersebut berada pada jarak 9 (sembilan) m dari bangunan yang tidak dilindungi yang terbuat dari bahan yang sama.
b. bangunan tersebut berada pada jarak 9 (sembilan) m dari gudang (tempat penimbunan) bahan-bahan yang mudah terbakar.
(2) Detektor tersebut ayat (1) harus ditempatkan di bawah emperan atap sepanjang dinding luar dengan jarak 12 (dua belas) m satu dengan lainnya.
Pasal 14
Rumah Penginapan, Unit Perumahan yang tidak terbagi dan semacamnya yang memiliki
bentuk yang tidak lazim serta merupakan hunian tunggal dengan luas tidak lebih dari 46
(empat puluh enam) m2 cukup dilindungi dengan sebuah detektor sedang kamar mandi dan kakusnya tidak diperlukan perlindungan khusus.
Pasal 15
Bila gedung memiliki atap tidak datar yang berbentuk gigi gergaji prisma atau sejenisnya harus dipasang satu deretan detektor dengan jarak tidak lebih dari 1 (satu) m dari garis tegak lurus di bawah bubungan atapnya dan kelandaian atap lebih kecil dari 1 (satu) : 20 (dua puluh) dianggap beratap datar.
Pasal 16
Lokasi atau area yang tidak memerlukan pemasangan detektor adalah:
a. kakus tunggal, kamar mandi/pancuran atau kamar mandi tunggal;
b. berada terbuka dengan deretan tiang kolom, jalanan beratap atau atap yang menggantung dan sebagainya jika terbuat dari bahan yang tidak dapat terbakar dan ruangan tersebut tidak dipakai untuk menyimpan barang ataupun sebagai tempat parker mobil/kendaraan;
c. pelataran, kap penutup, saluran dan sejenisnya yang lebarnya kurang dari 2 (dua) m serta tidak menghalangi mengalirnya udara yang harus bebas mencapai detektor yang terpasang di atasnya.
Pasal 17
Semua permukaan kontak listrik dari saluran sistem harus memiliki kontak yang baik dengan permukaan yang rata dan terbuat dari perak atau bahan sejenisnya.
Pasal 18
Detektor, pemancar berita kebakaran dan panil indikator harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga alat tersebut secara normal tidak terganggu oleh getaran atau goncangan yang dapat menimbulkan operasi palsu dari sistem.
Pasal 19
(1) Perlengkapan yang akan ditempatkan pada lokasi yang mengandung kelembaban, korosi atau keadaan khusus yang lainnya, maka disain dan konstruksi harus menjamin bekerjanya sistem tanpa meragukan.
(2) Peralatan serta perlengkapan yang dipasang pada ruangan yang mengandung gas atau debu yang mudah terbakar atau meledak, maka peralatan serta perlengkapan tersebut harus memenuhi persyaratan untuk penggunaan ruangan tersebut.
Pasal 20
Panil indikator harus dilengkapi dengan:
a. fasilitas kelompok alarm;
b. sakelar reset alarm;
c. pemancar berita kebakaran;
d. fasilitas pengujian dan pemeliharaan;
e. fasilitas pengujian baterai dengan volt meter dan amper meter;
f. sakelar penguji beterai;
g. indikator adanya tegangan listrik;
h. sakelar yang dilayani secara manual serta lampu peringatan untuk memisahkan lonceng dan peralatan kontrol jarak jauh (remote control);
i. petunjuk alarm yang dapat didengar.
j. sakelar petunjuk bunyi untuk kesalahan rangkaian.
Pasal 21
(1) Panil indikator harus ditempatkan dalam bangunan pada tempat yang aman, mudah terlihat dan mudah dicapai dari ruangan masuk utama dan harus mempunyai ruang bebas 1 (satu) m di depannya.
(2) Apabila panil indikator di disain untuk dapat melakukan pemeliharaan dari belakang panil, maka harus diadakan ruangan bebas 1 (satu) m.
(3) Apabila panil indikator ditempatkan dibelakang pintu, maka pintu tersebut harus diberi tanda sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 dan tidak boleh dikunci.
(4) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) panil indikator dapat ditempatkan pada tempat yang jauh dari ruangan masuk utama dengan syarat harus dipasang panil mimik atau panil pengulang secara jelas kelihatan dari ruangan masuk utama.
Pasal 22
Setiap kelompok alarm harus dilengkapi dengan:
a. indikator alarm yang berupa lampu merah atau sarana lain yang setaraf.
b. indikator yang mengeluarkan isyarat palsu yang berupa lampu kuning. atau isyarat lain yang setaraf dan indikator tersebut dapat digunakan untuk beberapa kelompok alarm.
c. penguji alarm berupa fasilitas pengujian untuk simulasi detektor dalam membangkitkan alarm.
d. penguji kepalsuan fasilitas pengujian kesalahan.
e. sakelar penyekat dilengkapi lampu putih dengan tulisan "SEKAT" dan untuk indikator gabungan dengan tulisan "SEKAT KELOMPOK".
f. tanda pengenal untuk sakelar atau indikator yang ditempatkan di bagian depan panil indikator.
Pasal 23
Pada panil indikator harus dipasang suatu isyarat yang dapat terlihat dan terdengar dari jarak jauh yang bekerja apabila ada sebuah detektor atau terjadi suatu rangkaian terbuka.
Pasal 24
Pada bagian depan panil indikator harus dipasang:
a. amper meter jenis kumparan dengan batas ukur yang sesuai atau lampu berwarna biru untuk menunjukan pengisian atau pengosongan;
b. volt meter jenis kumparan dengan batas ukur yang sesuai dan dipasang tetap;
c. sakelar penguji baterai dengan kemampuan uji 3 (tiga) kali beban penuh dalam keadaan sakelar pengisi terbuka dan sakelar tersebut harus dari jenis yang tidak mengunci yang dapat meriset sendiri.
Pasal 25
Lampu panil indikator bila digunakan lampu jenis kawat pijar harus dari jenis kawat pijar kembar dengan kedudukan bayonet atau dua lampu pijar tunggal dan tegangan yang masuk tidak boleh lebih dari 80 (delapan puluh) % tegangan lampu.
Pasal 26
(1) Penyusunan indikator harus sedemikian rupa, sehingga bekerjanya setiap indicator dapat menunjukan secara jelas asal suatu panggilan.
(2) Apabila luas bangunan atau lokasi detektor mungkin menunjukan semua lokasi secara tepat pada panil indikator maka penyusunan dan penempatan indikator dapat dilakukan pada suatu panil yang terpisah didekatnya dengan diberi tanda secara permanen.
Pasal 27
(1) Pengawatan dari bagian tegangan ekstra rendah pada panil indikator, panil pengulang atau panil mimik harus menggunakan kabel PVC atau yang sederajat dengan ukuran yang sesuai.
(2) Kabel sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terdiri dari se ku rang-ku rang nya (tujuh) urat dengan garis tengah tidak kurang dari 0,67 (enam puluh tujuh per seratus) mm.
(3) Bagian tegangan ekstra rendah panil indikator, panil pengulang atau panil mimik harus dilakukan pengawatan dengan hantaran yang nilai penyekatnya mampu terhadap tegangan 250 (dua ratus lima puluh) volt.
Pasal 28
(1) Pada atau didekat panil indikator harus dipasang titik panggil manual yang mudah dicapai serta terlihat jelas setiap waktu.
(2) Semua titik panggil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dihubungkan dengan kelompok alarm detektor automatik yang meliputi daerah dimana titik panggil manual tersebut dipasang.
(3) Penutup titik panggil manual harus jenis "pecah kaca" atau dari jenis lain yang disetujui oleh Pegawai Pengawas.
(4) Titik panggil manual yang tidak merupakan bagian dari panil indikator harus disambung menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 (dua puluh tiga) dan Pasal 49 (empat puluh sembilan)
Pasal 29
(1) Lemari panil indikator kebakaran harus kedap debu dan mempunyai pintu yang dapat dikunci.
(2) Semua indikator kelompok dan sakelarnya yang berada di dalam lemari tersebut harus tetap tampak dari luar tanpa membuka pintu almarinya.
Pasal 30
(1) Panil indikator harus diberi tanda secara permanen dan jelas tentang pabrik pembuatnya dan disertai tipe dari panil dan nomor pengesahan sistem alarmnya.
(2) Apabila lemari panil indikator ditempatkan disebuah ruangan khusus, maka bagian depan pintu ruangan tersebut harus diberi tulisan "PANIL INDIKATOR KEBAKARAN" dengan warna yang kontras terhadap warna disekitarnya.
(3) Pintu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak boleh memiliki tanda lain selain tulisan "PANIL INDIKATOR KEBAKARAN" dengan tinggi huruf tidak kurang dari 50 (lima puluh) mm.
Pasal 3l
(1) Setiap sistem alarm kebakaran harus mempunyai gambar instalasi secara lengkap yang mencantumkan letak detektor dan kelompok alarm.
(2) Gambar instalasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sesuai dengan instalasi
yang terpasang sebenarnya dan disahkan oleh Direktur atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 32
Penggunaan simbol dalam sistem alarm kebakaran harus sesuai dengan lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 33
(1) Setiap instalasi alarm kebakaran harus mempunyai buku akte pengesahan yang dikeluarkan oleh Direktur.
(2) Selain buku akte pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disediakan pula buku catatan yang ditempatkan di ruangan panil indikator.
(3) Buku catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) digunakan untuk mencatat semua peristiwa alarm, latihan, penggunaan alarm dan pengujiannya.
(4) Buku akte pengesahan dan buku catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus ditunjukan kepada Pegawai Pengawas atau Ahli kepada Pegawai Pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja.
Pasal 34
(1) Setiap kelompok alarm harus dapat melindungi maximum 1000 (seribu) m2 luas lantai dengan ketentuan jumlah detektor dan jarak penempatannya tidak boleh lebih dari yang ditetapkan dalam Pasal 6 s/d 65 atau Pasal 72 dan 78 dengan mengingat jenis detektornya.
(2) Setiap lantai harus ada kelompok alarm kebakaran tersendiri.
(3) Apabila pada lantai yang bersangkutan terdapat ruangan yang dipisahkan oleh dinding tahan kebakaran yang tidak dapat dicapai melalui lantai itu, maka ruangan tersebut harus memiliki kelompok alarm kebakaran tersendiri.
Pasal 35
Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) di atas batas luas lantai untuk satu kelompok alarm kebakaran dapat diperluas areanya dengan syarat sebagai berikut:
a. dalam bangunan yang tidak bertingkat dan tidak terbagi-bagi satu kelompok alarm kebakaran dapat melindungi area maksimum 2000 (dua ribu) m2 luas lantai;
b. ruangan tersembunyi dengan luas tidak lebih dari 500 (lima ratus) m2 detektornya dapat dihubungkan dengan kelompok alarm kebakaran yang berada di bawahnya, jika jumlah luas yang dilindungi tidak lebih dari 1000 (seribu) m2;
c. lantai panggung (mezzanine) detektornya dapat dihubungkan dengan kelompok alarm kebakaran lantai di bawahnya bila jumlah luas yang dilindungi tidak lebih dari 1000
(seribu) m2.
Pasal 36
Sumber tenaga listrik untuk sistem alarm kebakaran harus dengan tegangan tidak kurang dari 6 (enam) Volt.
Pasal 37
(1) Sumber tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 harus dalam bentuk baterai akimulator yang diisi terus-menerus dengan pengisi baterai.
(2) Sumber tenaga listrik sebagaimana dimaksud Pasal 36 dalam bentuk baterai kering tidak boleh digunakan kecuali dalam keadaan khusus dan diijinkan oleh Pegawai Pengawas.
(3) Suatu pembatas rangkaian yang dapat memutus dan menyambung sendiri harus dipasang di dalam rangkaian antara baterai dengan sistemnya dan ditempatkan dekat baterai.
Pasal 38
(1) Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) harus dapat mengisi secara terus menerus sehingga tegangan baterai akimulator tetap.
(2) Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terpasang tetap (tanpa kontak tusuk) dan dihubungkan pada sisi pemberi arus dari papan hubung atau sakelar utama.
(3) Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disambung pada bagian beban sakelar tersebut, dengan syarat sakelarnya diberi tanda yang jelas untuk sistem alarm kebakaran.
(4) Suatu sakelar pemisah untuk sumber tenaga pengisi baterai harus dipasang di dekat pengisi baterai tersebut.
(5) Sakelar pemisah sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) harus dipasang di dalam lemari panil indikator.
Pasal 39
Baterai akimulator sistem alarm kebakaran harus mampu bertahan selama sekurang-kurangnya 4 (empat) hari penuh untuk memberikan isyarat secara normal tanpa adanya bantuan dari pemberi arus utama.
Pasal 40
Baterai akimulator harus ditempatkan di ruangan terpisah pada tempat yang kering, berventilasi yang cukup, mudah dicapai untuk suatu pemeriksaan serta di dalam lemari yang terkunci atau suatu tempat yang hanya bisa dibuka dengan menggunakan suatu alat dan bagian dalamnya harus dilindungi dari korosi.
Pasal 41
Perlengkapan tambahan yang tidak merupakan peralatan pokok dari sistem alarm kebakaran yang telah disahkan dapat dihubungkan lewat relai dengan syarat bahwa alat perlengkapan tambahan tersebut tidak mengganggu bekerjanya sistem.
Pasal 42
(1) Tegangan yang lebih dari tegangan ekstra rendah untuk pelayanan jarak tidak boleh ke panil indikator.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku tegangan sumber tenaga utama untuk panil indikator.
(3) Apabila digunakan alat tambahan seperti alat pengendali springkler, CO2, air conditioning dan sebagaimana yang bergabung dengan instalasi alarm kebakaran harus disediakan sumber tenaga dengan tegangan ekstra rendah dan alat tambahan tersebut tidak boleh mempengaruhi sumber daya instalasi alarm kebakaran.
Pasal 43
(1) Apabila digunakan sakelar aliran air (flow switch), sakelar tekanan air (pressure switch) dan sejenisnya untuk menggerakan alarm kebakaran yang berhubungan dengan instalasi pemadam kebakaran bentuk tetap seperti springkler, CO2, dan sebagainya, dapat disambung sebagai kelompok alarm terpisah dan panil indikator alarm atas persetujuan Direktur atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Penggunaan sakelar aliran air (flow switch) dan sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disambung khusus untuk keperluan isyarat saja, harus dikelompokan terpisah dari indikator alarm.
Pasal 44
(1) Sistem alarm kebakaran harus dilengkapi sekurang-kurangnya sebuah lonceng.
(2) Lonceng sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dipasang di luar bangunan dan dapat terdengar dari jalan masuk utama serta dekat dengan panil indikator.
(3) Sirene, pengaum atau sejenisnya dapat dipakai sebagai pengganti lonceng atas persetujuan Direktur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 45
(1) Lonceng harus dari jenis bergetar dan bekerjanya dengan sumber tenaga baterai.
(2) Lonceng harus dipasang dengan sebuah genta yang berdiameter seku rang-ku rang nya 150 (seratus lima puluh) mm;
(3) Gangguan pada sirkit lonceng tidak boleh mempengaruhi berfungsinya alarm.
(4) Sirkit lonceng harus diamankan dengan sebuah pengaman arus lebih yang sesuai.
(5) Lonceng yang dipasang di luar bangunan harus dari jenis konstruksi yang tahan cuaca.
(6) Pada lonceng harus ditulis "KEBAKARAN" dengan warna kontras dan tinggi hurufnya tidak kurang dari 25 (dua puluh lima) mm.
Pasal 46
Pengawatan sistem alarm kebakaran harus dipasang sesuai ketentuan pegawatan instalasi tegangan ekstra rendah, kecuali yang ditetapkan dalam Pasal 47.
Pasal 47
(1) Semua hantaran sistem alarm kebakaran harus dari jenis yang disiplin.
(2) Penampang hantaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya 1,2
(dua belas per sepuluh) mm2, sedangkan lubang kabel ini harus se ku rang-ku rang nya berinti empat dan setiap inti terdiri 10 (sepuluh) urat dengan diameter tidak kurang dari 0,25 (dua puluh lima per seratus) mm.
(3) Tebal salut hantaran seku rang-ku rang nya 0,25 (dua puluh lima per seratus) mm dari tebal selubung sekurang-kurangnya 1 (satu) mm.
Pasal 48
Hantaran sistem alarm kebakaran antar gedung harus dari jenis yang dapat ditanam dan harus diberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik.
Pasal 49
(1) Pengawatan dengan sistem lingkar masuk (loop in system) harus dipakai pada detektor yang dihubungkan paralel dan setiap hantaran yang masuk dan keluar dengan tegangan yang sama harus disambung pada sekrup tersendiri pada terminal yang sama.
(2) Sepanjang hantaran tidak boleh ada sambungan kecuali pada pengawatan yang sangat panjang atau untuk menyambung hantaran fleksible yang menurun.
(3) Sambungan hanya diperkenankan dalam kotak terminal tertutup.
Pasal 50
(1) Terjadinya kontak antara yang bertegangan dengan langit-langit dimana dipasang detektor harus dicegah.
(2) Bila suatu detektor dipasang dengan menggunakan hantaran fleksible berisolasi ganda, maka hantaran fleksible itu tidak boleh lebih panjang dari 1,5 (satu setengah)m.
(3) Diameter hantaran fleksible sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang¬kurangnya 0,75 (tujuh puluh lima per seratus) mm dan harus memiliki jepit hantaran pada setiap ujungnya.
Pasal 51
Detektor dapat dilengkapi dengan alat indikator dengan syarat bila ada gangguan pada indikator tersebut tidak mempengaruhi berfungsinya detektor.
Pasal 52
Pengawatan sistem alarm kebakaran harus terpisah dari pengawatan instalasi tenaga dan atau penerangan.
Pasal 53
Semua detektor kecuali detektor yang dipasang pada etalase toko harus diusahakan ruangan bebas sekurang-kurangnya dengan radius 0,3 (tiga per sepuluh) m dengan kedalaman 0,6(enam per sepuluh) m.
Pasal 54
(1) Dalam satu sistem alarm kebakaran boleh dipasang detektor panas, asap dan nyala secara bersama dengan syarat tegangannya harus sama.
(2) Detektor yang dipasang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan ketentuan satu detektor asap atau satu detektor nyala dapat menggantikan dua detektor panas.
Pasal 55
Bila instalasi kebakaran automatik yang telah ada ditambah maka gabungan instalasi tersebut harus diuji bahwa instalasinya menyatu dan berfungsi dengan baik serta disahkan oleh Direktur.
Pasal 56
(1) Tahanan isolasi setiap kelompok alarm terhadap tanah harus diuji dengan cara semua hantaran terhubung paralel dengan alat ukur tahanan isolasi.
(2) Alat ukur tahanan isolasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mempunyai tegangan 24 (dua puluh empat) volt arus searah atau dua kali tegangan kerjanya dengan ketentuan pilih yang terbesar dan mempunyai tahan tidak boleh kurang dari nilai hasil bagi 50 (lima puluh) mega ohm dengan jumlah detektor, titik panggil dan lonceng atau satu mega ohm dengan ketentuan pilih yang terkecil.
BAB II
PEMELIHARAAN DAN PENGUJIAN
Pasal 57
(1) Terhadap instalasi alarm kebakaran automatik harus dilakukan pemeliharaan dan pengujian berkala secara mingguan, bulanan dan tahunan.
(2) Pemeliharaan dan pengujian tahunan dapat dilakukan oleh konsultan kebakaran atau organisasi yang telah diakui oleh Direktur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 58
Pemeliharaan dan pengujian mingguan lain meliputi : membunyikan alarm secara simulasi, memeriksa kerja lonceng, memeriksa tegangan dan keadaan baterai, memeriksa seluruh sistem alarm dan mencatat hasil pemeliharaan serta pengujian buku catatan.
Pasal 59
Pemeliharaan dan pengujian bulanan antara lain meliputi : menciptakan kebakaran simulasi, memeriksa lampu-lampu indikator, memeriksa fasilitas penyediaan sumber tenaga darurat, mencoba dengan kondisi gangguan terhadap sistem, memeriksa kondisi dan kebersihan panel indikator dan mencatat hasil pemeliharaan dan pengujian dalam buku catatan.
Pasal 60
Pemeliharaan dan pengujian tahunan antara lain meliputi : memeriksa tegangan instalasi, memeriksa kondisi dan keberhasilan seluruh detektor serta menguji se ku rang-ku rang nya 20 (dua puluh) % detektor dari setiap kelompok instalasi sehingga selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) tahun, seluruh detektor sudah teruji.
BAB III
SISTEM DETEKSI PANAS
Pasal 61
(1) Letak dan jarak antara dua detektor harus sedemikian rupa sehingga merupakan letak yang terbaik bagi pendeteksian adanya kebakaran yaitu:
a. untuk setiap 46 (empat puluh enam) m2 luas lantai dengan tinggi langit-langit dalam keadaan rata tidak lebih dari 3 (tiga) m harus dipasang sekurang-kurangnya satu buah detektor panas.
b. jarak antara detektor dengan detektor harus tidak lebih dari 7 (tujuh) m keseluruhan jurusan ruang biasa dan tidak boleh lebih dari 10 (sepuluh) m dalam koridor.
c. jarak detektor panas dengan tembok atau dinding pembatas paling jauh 3 (tiga) m pada ruang biasa dan 6 (enam) m dalam koridor serta paling dekat 30 (tiga puluh) cm.
(2) Detektor panas yang dipasang pada ketinggian yang berbeda (staggered principle)
seku rang-ku rang nya satu detektor untuk 92 (sembilan puluh dua) m2 luas lantai dengan syarat:
a. detektor disusun dalam jarak tidak boleh lebih 3 (tiga) m dari dinding;
b. sekurang-kurangnya setiap sisi dinding memiliki satu detektor;
c. setiap detektor berjarak 7 (tujuh) m.
Pasal 62
Jarak detektor panas dapat dikurangi dengan mengingat pertimbangan sebagai berikut:
a. bila daerah yang dilindungi terbagi-bagi oleh rusuk, gelagar, pipa saluran atau pembagi semacam itu yang mempunyai kedalaman melampaui 25 (dua puluh lima) cm maka untuk setiap bagian yang berbentuk demikian harus ada sekurang-kurangnya sebuah
detektor bila luas bagian tersebut melampaui 57 (lima puluh tujuh) m2, namun jika
langit-langitnya terbagi dalam daerah lebih sempit, maka harus dipasang sekurang
kurangnya satu detektor untuk luas 28 (dua puluh delapan) m2;
b. bila letak langit-langit melampaui ketinggian 3 (tiga) m dari lantai, maka batasan luas lingkup untuk satu detektor harus dikurangi dengan 20 (dua puluh) % dari luas lingkupnya.
Pasal 63
(1) Ruangan tersembunyi yang mempunyai ketinggian tidak lebih dari 2 (dua) m dan pemancaran panas kesamping tidak terhalang gelagar yang menjorok ke bawah dari langit-langit sedalam 50 (lima puluh) % dari tingginya harus dipasang sekurang
kurangnya satu detektor untuk 92 (sembilan puluh dua) m2 luas lantai dengan jarak antara detektor maximum 9 (sembilan) m serta jarak antara dinding tidak boleh lebih dari 6 (enam) m.
(2) Bila gelagar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melampaui 50 (lima puluh) % tetapi tidak lebih dari 75 (tujuh puluh lima) % dan tinggi ruangan tersembunyi, maka berlaku ketentuan pasal 61 ayat (1) a.
(3) Bila gelagar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melampaui 75 (tujuh puluh lima) % dari tinggi ruangan tersembunyi, maka tiap ruangan yang terbagi tersebut memenuhi ketentuan pasal 62.
(4) Bila detektor panas dipasang di puncak lekukan atap ruangan tersembunyi, maka jarak antar detektor dalam arah memanjang tidak boleh lebih dari 9 (sembilan) m.
(5) Bila atap ruangan tersembunyi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) itu miring, maka deretan detektor yang terbawah terletak paling jauh 6 (enam) m secara horizontal terhitung dari satu titik yang mempunyai jarak vertikal dari permukaan. langit-langit sebelah atas dengan permukaan sebelah bawah atau sejauh 80 (delapan puluh) cm, kemudian jarak deretan detektor horizontal berikutnya harus 8 (delapan) m, sedangkan jarak arah memanjang dapat dilakukan maksimum 15 (lima belas) m.
Pasal 64
Pemasangan detektor harus diatur sedemikian rupa sehingga elemennya yang peka panas tidak boleh berada pada posisi kurang dari 15 (lima belas) m atau lebih dari 100 (seratus) mm di bawah permukaan langit-langit. Apabila terdapat kerangka penguat bangunan detektor dapat dipasang pada sebelah bawah kerangka tersebut, asalkan kerangka itu tidak mempunyai kedalaman melampaui 25 (dua puluh lima) cm.
Pasal 65
Pada satu kelompok sistem alarm kebakaran tidak boleh dipasang lebih dari 40 (empat puluh) buah detektor panas.
Pasal 66
(1) Instatasi alarm kebakaran automatik yang menggunakan detektor panas jenis ini harus memiliki elemen lebur yang panjangnya tidak melebihi 3 (tiga) m. Pemasangan detektor jenis ini tersebut harus ditempatkan sepanjang ruangan yang harus dilindungi dan jarak antara detektor satu dengan lainnya tidak lebih dari 3 (tiga) m serta jarak dari dinding tidak lebih dari 1 Y2 (satu setengah) m.
(2) Pemasangan detektor jenis ini harus disusun sedemikian rupa sehingga untuk suatu panjang tertentu tidak terdapat lebih dari tiga perubahan arah.
(3) Alat hubung detektor jenis ini harus ditempatkan pada tingkat bangunan yang bersangkutan serta berada dalam peti kedap debu dan terhubung dengan indicator secara listrik.
(4) Suatu bangunan dengan atap yang berpuncak memajang harus ada detektor jenis ini dengan elemen lebur sepanjang puncak memanjangnya. Apabila jajaran puncak memanjangnya melebihi 4,5 (empat lima per sepuluh) m dari sesamanya harus dipasang deretan elemen lebur.
(5) Pengawatan ini harus dilindungi dari kerusakan secara mekanik.
BAB IV
SISTEM DETEKSI ASAP
Pasal 67
Detektor asap harus dapat bekerja baik dan kepekaannya tidak terpengaruh oleh variasi tegangan yang bergerak dalam batas kurang atau lebih 10 (sepuluh) % dari tegangan nominalnya.
Pasal 68
(1) Bila detektor asap dipasang secara terbenam, maka alas dari elemen penginderaannya harus berada seku ra ng-ku rang nya 40 (empat puluh) mm di bawah permukaan langit¬langit.
(2) Dalam menentukan letak detektor asap harus memperhatikan hal-hat sebagai berikut:
a. bila detektor asap dipasang dalam saluran udara yang mengalir dengan kecepatan lebih dari 1 (satu) m perdetik perlu dilengkapi dengan alat penangkap asap (sampling device).
b. bila disuatu tempat dekat langit-langit atau atap dimungkinkan dapat timbul suhu tinggi, maka detektor perlu diletakan jauh di bawah langit-langit atau atap tersebut agar detektor dapat bereaksi sedini mungkin.
c. apabila detektor asap dipasang dekat dengan saluran udara atau dalam ruang ber-air conditioning harus diperhitungkan pengaruh aliran udara serta gerakan asapnya.
Pasal 69
Pemasangan detektor asap harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. untuk setiap 92 (sembilan puluh dua) m2 luas lantai harus dipasang sekurang-kurangnya satu detektor asap atau satu alat penangkap asap.
b. gerak antar detektor asap atau alat penangkap asap tidak boleh melebihi dari 12 (dua belas) m dalam ruangan biasa dan 18 (delapan belas) m di dalam koridor.
c. jarak dan titik pusat detektor asap atau alat penangkap asap yang terdekat ke dinding atau pemisah tidak boleh melebihi dari 6 (enam) m dalam ruangan biasa dan 12 (dua belas) m di dalam karidor.
Pasal 70
(1) Dalam ruangan tersembunyi yang tingginya tidak melebihi 2 (dua) m dan penyebaran asap kesamping tidak terhalang oleh gelagar yang menjorok ke bawah sampai 50 (lima puluh) % dari tingginya, sekurang-kurangnya harus dipasang satu detektor asap untuk
setiap 184 (seratus delapan puluh empat) m2 luas lantai. Jarak antar detector asap tidak melebihi dari 18 (delapan belas) m dan jarak dari dinding atau pemisah ke detektor terdekat tidak boleh melebihi dari 12 (dua belas) m.
(2) Bila gelagar yang menjorok ke bawah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melampaui 50 (lima puluh) % tetapi tidak melebihi 75 (tujuh puluh lima) % dari tingginya ruangan tersebut harus dipasang seku ra ng-ku rang nya satu detektor untuk setiap 92
(sembilan puluh dua) m2 luas lantai.
(3) Bila gelagar yang menjorok ke bawah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melampaui 75 (tujuh puluh lima) % dari tingginya ruangan tersebut, maka setiap bagian ruangan harus dilindungi secara tersendiri.
(4) Bila detektor asap dipasang dipuncak lekukan atau ruangan tersembunyi, maka jarak antar detektor asap dalam arah memanjang tidak boleh lebih dari 18 (delapan belas) m.
(5) Bila atap ruangan tersembunyi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) miring, maka deretan detektor asap yang terbawah terletak paling jauh 6 (enam) m secara horizontal terhitung dari suatu titik yang mempunyai jarak vertikal dari permukaan langit-langit sebelah atas dengan permukaan sebelah bawah atap sejauh 80 (delapan puluh) cm, kemudian jarak deretan detektor horizontal berikutnya harus 12 (dua belas) m, sedangkan jarak arah memanjang dapat dilakukan sampai 30 (tiga puluh) m.
Pasal 71
Bila ruangan tersembunyi terbagi-bagi sehingga mempengaruhi kelancaran aliran udara, maka harus dipasang detektor sedemikian rupa untuk menjamin pendeteksian dini.
Pasal 72
Setiap kelompok alarm kebakaran harus dibatasi sampai 2 (dua puluh) buah detektor asap
dan dapat melindungi ruangan tidak lebih dari 2000 (dua ribu) m2 luas lantai. Jika dipakai sistem alat penangkap asap, maka tidak boleh dipasang lebih dari 12 (dua belas) buah alat penangkap asap dengan satu elemen pengindera. Sistem ini dianggap sebagai satu kelompok alarm kebakaran.
Pasal 73
(1) Berkas sinar yang membentuk bagian suatu sistem dari detektor asap jenis optik harus dilindungi terhadap timbulnya alarm palsu.
(2) Elemen peka cahaya detektor asap jenis optik harus ditempatkan sedemikian rupa atau diberi perisai, sehingga bila ada sinar dari manapun datangnya selain dari sumber yang dikehendaki tidak mempunyai pengaruh terhadap bekerjanya detektor.
(3) Bila detektor asap jenis optik memiliki sistem monitor terhadap sumber cahaya secara menerus, maka sumber cahaya itu harus diganti dengan yang baru, sekurang¬kurangnya sekali setahun.
Pasal 74
(1) Desain sistem alat penangkap asap harus sedemikian rupa sehingga bila asap memasuki titik tangkap yang terjauh untuk mencapai elemen penginderaan harus dapat dicapai dalam waktu 80 (delapan puluh) detik.
(2) Penyusunan sistem alat penangkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran udara ke setiap titik tangkap perbedaannya tidak boleh lebih besar atau lebih kecil 10 (sepuluh) % dari kecepatan rata-rata dan kegagalan aliran dari titik tangkap dapat menimbulkan gangguan pada alarm.
Pasal 75
Pada sistem alat penangkap asap harus tersedia dua kipas angin, satu digerakan oleh arus listrik dari sumber utama dan yang satu dari baterai akimulator, atau hanya satu kipas angin yang digerakan oleh arus listrik dari sumber utama dengan satu sakelar pemindah automatik kebateraian akimulator.
Pasal 76
Setiap titik tangkap harus dapat menyalurkan udara yang ditangkap langsung kebagian penginderaan detektornya sebelum udara itu bercampur dengan udara daerah lain.
BAB V
SISTEM DETEKTOR API (FLAME DETECTOR)
Pasal 77
(1) Detektor nyala api harus mempunyai sifat yang stabil dan kepekaannya tidak terpengaruh oleh adanya perubahan tegangan dalam batas kurang atau lebih 10 (sepuluh) % dari tegangan nominalnya.
(2) Kepekaan dan kestabilan detektor nyala api harus sedemikian rupa sehingga bekerjanya tidak terganggu oleh adanya cahaya dan radiasi yang berlebihan atau ada¬nya perubahan suhu dari 0o (nol derajat) C sampai 65o (enam puluh lima derajat) C.
Pasal 78
Satu kelompok alarm kebakaran harus dibatasi sampai dengan 20 (dua puluh) detector
nyala api untuk melindungi secara baik ruangan maksimum 2000 (dua ribu) m2 luas lantai
kecuali terhadap ruangan yang luas tanpa sekat, maka atas persetujuan Direktur atau
pejabat yang ditunjuknya dapat diperluas lebih dari 2000 (dua ribu) m2 luas lantai.
Pasal 79
Detektor nyala api yang dipasang di luar ruangan (udara terbuka) harus terbuat dari bahan yang tahan cuaca atau tidak mudah berkarat dan pemasangannya harus sedemikian sehingga tidak mudah bergerak karena pengaruh angin, getaran atau sejenisnya.
Pasal 80
Pemasangan detektor nyala api dalam gardu listrik atau daerah lain yang sering mendapat sambaran petir, harus dilindungi sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan alarm palsu.