Pasal 88
(1)
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(2)
Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh.
(3)
Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi :
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f.
bentuk dan acara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j.upah untuk
membayaran pesangon; dan
k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
(4)
Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas
dan pertumbuhan ekonomi.
Pasal 89
(1)
Upah minimum sebagai dimaksud dalam Pasal 88 ayat
(3) huruf a dapat terdiri dari atas :
a. upah
minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b. upah
minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi
atau kabupaten/kota.
(2)
Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
(3)
Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Gubernur dengan
memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
(4)
Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian
kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 90
(1)
Pengusaha dilarang membayar
upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89.
(2)
Bagai pengusaha yang tidak mampu membayar upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
(3)
Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 91
(1)
Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas
kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah
dari ketentuan
pengupahan yang ditetapkan perataran perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan kesepakatan tersebut
batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 92
(1)
Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan
memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi.
(2)
Pengusaha melakukan meninjauan upah secara berkala
dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
(3)
Ketentuan mengenai struktur dan skala upah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 93
(1)
Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila :
a.
pekerja/buruh sakit sehingga tidak
dapat melakukan pekerjaan;
b.
pekerja/buruh perempuan yang sakit
pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan;
c.
pekerja/buruh tidak masuk bekerja
karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan,
membaptiskan anaknya, istri melahirkan dan keguguran kandungan, suami atau
istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua
atau anggora keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
d.
pekerja/buruh tidak dapat melakukan
pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajban terhadap
agamanya;
e.
pekerja/buruh tidak dapat melakukan
pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
f.
pekerja/buruh bersedia melakukan
pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak memperkerjakannya,
baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat
dihindari pengusaha;
g.
pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
h.
pekerja/buruh melaksanakan tugas
serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
i.
pekerja/buruh melaksanakan tugas
pendidikan dari perusahaan.
(3)
Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai berikut :
a.
untuk 4 (empat) bulan pertama,
dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;
b.
untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar
75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;
c.
untuk 4 (empat) bulan ketiga,
dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan
d.
untuk bulan selanjutnya dibayar 25%
(dua puluh lim perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja
dilakukan oleh pengusaha.
(4)
Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak
masuk bekerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut :
a.
pekerja/buruh menikah, dibayarkan
untuk selama 3 (tiga) hari;
b.
menikahkan anaknya, dibayarkan untuk
selama 2 (dua) hari;
c.
mengkhitankan anaknya, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari;
d.
membaptiskan anaknya, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari;
e.
istri melahirkan atau keguguran
kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
f.
suami/istri, orang tua/mertua atau
anak atau menantu meninggal dunia, dibayarkan untuk selama 2 (dua); dan
g.
anggota keluarga dalam satu rumah
meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
(5)
Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
Pasal 94
Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan
tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah
upah pokok dan
tunjangan tetap.
Pasal 95
(1)
Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena
kesenjangan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.
(2) Pengusaha yang karena
kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan
penbayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah
pekerja/buruh.
(3)
Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada
pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah.
(4) Dalam
hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan
pembayarannya.
Pasal 96
Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala
pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluwarsa setelah melampaui
jangka waktu 2(dua) tahun sejak timbulnya hak.
Pasal 97
Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, kebijakan
pengupahan, kebutuhan hidup layak, dan perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88,
penetapan upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, dan pengenaan denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 98
(1)
Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan
merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan
nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi,
dan Kabupaten/Kota.
(2)
Keanggotaan Dewan Pengupahan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari unsur
pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, perguruan tinggi dan pakar.
(3)
Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat
Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan
Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan
diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota.
(4)
Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, komposisi
keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja
Dewan Pengupahan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan
Presiden.